Oleh: Sts. Dt. Rajo indo, SH, MH
............Di samping itu, Dr. Roberia mengatakan, sekarang peluang nyata untuk kepastian hukum adat dalam inisiasi Perda tindak pidana adat. Dijelaskannya tentang hukum adat yang berkaitan menyangkut tingkahlaku yang memiliki sanksi, namun tidak dikodifikasikan.
Hukum adat itu hidup dan berkembang di masyarakat. Hukum adat itu mempunyai sanksi dan memiliki akibat hukum. Hukum adat sebagai kumpulan dari aturan yang diimplementasikan melalui keputusan- keputusan.
Menurut putra Luhak Agam itu UU No.1 tahun 2023/KUHP Pasal 1 ayat (1) tidak ada menyebutkan suatu perbuatan yang dapat dikenai sanksi pidana kecuali atas kekuatan peraturan pidana yang telah ada sebelum perbuatan itu. Kemudian pasal 2 ayat (1) dari UU 1/2023 KUHP tersebut tidak ada pula mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat. Hukum yang hidup dalam masyarakat adalah hukum yang tidak tertulis namun masih berlaku dan berkembang dalam kehidupan.
Oleh karena itu menjelang diberlakukan UU 1/2023 KUHP kita diberi waktu untuk melahirkan ketentuan hukum pidana adat. Dari itu tidak perlu disia-siakan peluang besar yang diberikan. Peluang emas itu hanya datangnya satu kali saja, jika tidak dimanfaatkan akan menimbulkan kekecewaan setidaknya bagi generasi sesudah kita.
Berkaitan dengan itu Dr. Efrizon Dt. Inaro sebagai narasumber ke-3 mengatakan, pembentukan NKRI tidak dapat dilepaskan dari atas bersatunya komunitas-komunitas masyarakat hukum adat. Salahsatu kelengkapan dalam pengurusan diri sendiri adanya sistem peradilan sendiri baik berupa peradilan adat. Hal itu sebagai mana diatur Psl 130 IS, Psl 3 lnd Staats blad 1932 No. 80.
Namun dewasa ini penyelesaian konflik melalui jalur judisial sering berbenturan dengan status legal masyarakat adat. Baik sebagai subjek hukum maupun dalam status kepemilikan masyarakat adat atas objek asal usulnya. Bahkan mekanisme penyele saian masalah pada internal masyarakat adat pun makin terguras, kata tokoh intelektual itu.
Karena penggunaan hukum formal semakin meminggirkan peran hukum adat dan kelembagaan adat dalam penyelesaian masalah ditingkat komunitas masyarakat adat. Dampaknya semakin dilupakannya hukum adat dan lembaga adat. Sementara Hak asal-usul yang melekat pada masyarakat adat berkaitan langsung dengan penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam.
Hak ini bahkan sudah diakui secara konstitusional hingga penting memberikan kepastian hukum bagi masyarakat adat dalam pelaksanaan hak-hak tersebut. Kendatipun melalui keputusan kepala daerah bupati, walikota atau gubernur dan juga hal yang sama dilakukan oleh Menteri ATR/Agraria.
Sehubungan dengan itu diketahui 10 daerah sudah punya Perda tersebut di lndonesia. 1. Papua dengan Perda Provinsinya No. 22 thn 2008. 2. Kab. Malinau dengan Perdanya No.10 th 2012. 3. Kab. Sanggau dengan Perda No.1 th 2017. 4. Kab. Sorong dengan Perda No.10 th 2017. 5. Kab. Kapuas Hulu dengan Perda No.23 th 2018. 6. Kab. Bengkayang dengan Perda No.4 th 2019. 7. Kab. Luhu Utara dengan Perda No.13 th 2018. 8. Provinsi Kalimantan Selatan dengan Perda No.2 th 2023. 9. Kab. Pulau Pisang dengan Perda No.1 th 2023. 10. Kab. Tanah Bumbu dengan Perda No.2 th 2024. Sumbar dengan 19 kab/kota memang ketinggalan. Kendatipun landasan hukumnya konstitusi yang digodok dan dilahirkan oleh mayoritas orang Minangkabau.
Bahwa kehidupan masyarakat Minangkabau dalam falsafah "Adat basondi syarak - Syarak basondi kitabullah" (ABS-SB). Apa yang dikatakan oleh adat disondi oleh syarak/lslam, kecuali adat yang muntanik. Artinya, semua prilaku dalam kehidupan sehari-hari baik secara individu maupun kelompok harus berada dalam bingkai ABS-SBK.
Kendatipun beberapa sistem, pemerintahan desa yang berbeda dengan ruang lingkup wilayah adat, asal-usul masyarakat adat tentanan tatacara mengatur/hukum adat, hak limbago adat dan hak kebendaan adat. Pengakuan dan perlindungan masyarakat adat berada dalam tatanan hukum yang tumpang tindih, sektoral dan lain-lainnya yang memicu berbagai permasalahan.
Kesatuan masyarakat hukum adat ada hak atas segala perlakuan dan diberikan kesempatan untuk berkembang sebagai subsistem NKRI yang maju. Tidak terkecuali hak-hak tradisional yang diakui dan dijunjung tinggi meliputi hak ulayat. Bahwa pengakuan itu jelas sudah merupakan pengukuhan dari pengakuan. Bukti dan landasan dari rekomendasi ini adalah konstitusi untuk dipertimbangan lahirnya Perda yang dimaksud dan dapat diujudkan.
Begitulah di antaranya dari acara yang diketuai Gunadi Dt. Kondo Marajo. Acara itu digelar guna memikirkan warga Minangkabau terutama terhadap generasi mendatang di negeri gudangnya pahlawan Negara. Semoga. (Apc-**)
#Sertifikasi